Oleh:
Nurseto Bayu Aji
Hal tersebut merupakan makna
simbolik dari kehidupan masyarakat Banyuwangi yang hidup dengan kekayaan alam
yang melimpah. Keadaan tanah sangat subur dan air melimpah sehingga sangat kaya
dengan hasil bumi. Yang menjadi komoditi utama dari masyarakat banyuwangi
adalah tanaman padi, sayuran dan buah-buahan. Hal tersebut terbukti kabupaten Banyuwangi
mampu menumbang produksi padi bagi provinsi jawa timur. Selain itu dari sektor
perikanan laut Banyuwangi juga sangat unggul karena letak geografisnya yang
merupakan area pesisir laut. Kecamatan Muncar salah satunya yang terbukti mampu
menjadi penghasil berbagai jenis biota laut berskala nasional.
Karena melimpahnya hasil kekayaan
alam masyarakat Banyuwangi, mereka juga tidak henti-henti mengucapkan dan
mewujudkan rasa syukur mereka kepada alam lewat banyak acara adat salah satunya
adalah bersih desa. Salah satu upacara tersebut adalah pertunjukan tari
Seblang. Upacara adat Seblang dilakukan oleh masyarakat suku osing di desa
Bakungan, Kecamatan Glagah. Dalam penyajian upacara Seblang terlebih dahulu
diawalai dengan runtutan acara semacam arak-arakan keliling desa yang disebut ider bumi. Dalam rangkaian ini seorang
tetua desa bersama masyarakat yang kebanyakan merupakan anak kecil. Ciri dari acara
ini adalah lampu diseluruh desa mati yang disengaja dari pusat. Dengan keadaan
desa yang begitu gelapnya rombongan arak-arakan ini membawa obor sebagai
penerang jalan. Yang menjadi ciri lain dari acara ini adalah mereka berhenti di
4 sudut desa dan mengumandangkan adzan. Di sini pengaruh Islam sangat nampak
sekali dengan hadirnya adzan.
Setelah upacara ider bumi selesai dilaksanakan. Kemudian dilanjutkan dengan
persiapan acara pertunjukan tari seblang. Terlebih dahulu seblang dirias
menggunakan bedak keseluruh tubuhnya secara merata. Sisa dari bedak seblang ini
jika siapa yang memakainya dipercaya dapat membuat sipemakai akan menjadi awet
muda atau terlihat tetap segar. Sambil si penari seblang dirias, dibelakang
rumah rias pawang atau dukun seblang menyiapkan bakar kemenyan diatas bakaran
gerabah dengan mantra-mantra khusus. Setelah itu seblang berganti busana
penari. Menariknya pada kaki dan tangan kanan terdapat kelinting yang jika
seblang berjalan mengeluarkan suara. Di bagian kaki terdapat empat klinting dan
di bagian tangan terdapat dua kelinting. Kemudian seblang mulai dipasangkan
mahkota yang konon terbuat dari kulit manusia dan hiasan terdapat kain mori
putih. Kain mori putih tersebut menurut masyarakat setempat setiap tahunnya
bertambah satu lembar sehingga semakin bertambah tahun akan semakin banyak.
Setelah itu seblang di dekatkan dengan bakar kemenyan oleh si pawang dan ketika
si pawang menjabat tangan seblang, seblang langsung menutup matanya dan saat
itu seblang dipercaya telah mengalami trance. Setelah itu seblang memegang dua
senjata tradisional yaitu keris yang bernama enteng dan teblong. Setelah itu
seblang dituntun oleh pejabat desa yakni pak lurah dan bu lurah menuju panggung
pertunjukan.
Sementara seblang diarak menuju
arena pertunjukan, dilaksanakan pula tradisi jual kembang. Yang satu buah
harganya adalah seribu rupiah. Dalam tradisi jual kembang ini yang dijual
adalah bunga setangkai yang dicampur dengan benih padi. Masyarakat sangat
antusias dalam tradisi ini karena mereka percaya dengan membeli setangkai bunga
tersebut akan mempengaruhi hasil ladang mereka. Tanah menjadi lebih subur,
hasil panen lebih melimpah.
Rangkaian acara selanjutnya adalah
acara sabung ayam. Sabung ayam dilakukan oleh dua orang yang melakukan batle ayam jantan jagoan mereka.
Perjudian dalam acara ini tak dapat terelakan karena dimanapun ada kegiatan
sabung ayam pasti terjadi areana perjudian. Pada acara ini terlihat sekali
bagaiman pengaruh kebudayaan Bali bagi masyarakat Banyuwangi. Hal tersebut
dinilai sangat wajar mengingat masyarakat Banyuwangi merupakan masyarakat yang
hidup dengan pengaruh atau percampuran 4 kebudayaan berbeda yakni budaya Jawa,
Bali, Madura dan Islam.
Sabung ayam selesai dan akhirnya
pertunjukan tari seblang dimulai dengan seblang turun dari singgasananya dengan
dipandu oleh dua orang penari laki-laki dan perempuan. Seblang mulai
menari-nari, kadang pada suatu adegan ia menggendong boneka bayi sambil menari.
Pada satu ketika pula seblang menggunakan selendangnya memilih dua orang anak
kecil untuk dijadikan sapi-sapian seperti layaknya karapan sapi di Madura. Karapan
sapi di Madura adalah nama dari perlaombaan balapan sapi yang menurut
sejarahnya merupakan penemuan dari Pangeran Katandur. Madura dulunya merupakan
daerarh yang tanahnya tidak subur untuk pertanian, namun hal itu berubah ketika
Pangeran Katandur mulai mengenalkan cara mengolah tanah dengan menggunakan
sepasang bambu yang disebut nenggala
dan ditarik dengan dua ekor sapi. Sapi-sapi tersebut juga dipacu dengan seorang
joki menggunakan pecut. Pada pertunjukan seblang pun juga demikian. Dua anak
kecil yang diibaratkan sapi dipasangi dengan nenggala dan dipacu oleh penari laki-laki ibarat seorang joki
menggunakan pecut dan diikuti oleh seblang dan penari perempuan.
Pada setiap adegan tarian seblang
diiringi dengan musik gamelan yang terdiri dari alat musik gong, kempul,
kendang banyuwangi, bonang penerus, bonang barung, saron, demung dan vokal
sinden. Ada banyak komposisi lagu yang dibawakan oleh ensambel musik ini
diantaranya adalah seblang-seblangan, podo nonton, ugo-ugo, mancing-mancing,
kembang gadung, ratu sabrang, sukma ilang, lemar-lemir, dan masih banyak
komposisi yang lain. Untuk masalah irama, mereka membawakan komposisi lagu
hanya menggunakan dua bentuk irama yakni irama cepat dan irama lambat. Pada
irama cepat seluruh instrumen lebih identik untuk balung saja dan bonang hanya
gembyang. Namun pada irama lambat yang mbalung hanya demung dan satu saron,
saron satunya lagi mengembangkan balungan lebih luas dan kedua bonang kadang
ikut balung dan kadang mencengkok sendiri sesuai balungan yang dibentuk. Karena
untuk keperluan iringan tari maka alat musik paling menonjol pada sajian
seblang adalah kendang dan vokal sinden.