Jumat, 30 November 2012

KEBERADAAN KENDANG INDUNG DAN KULANTER DI SRAGEN


Oleh :
Nurseto Bayu Aji
                                                                  Etnomusikologi 2011       

Sudah sangat terkenal sekali kalau suku sunda memiliki alat musik yang beragam dengan cengkok dan irama yang benar-benar khas sesuai kebudayaan mereka. Salah satunya adalah alat musik atau waditra kendang yang terdiri dari indung (kendang besar) dan kulanter (kendang kecil), yakni alat musik berbentuk tabung yang terbuat dari kayu ( kayu nangka pada umumnya ) dengan tutup tabung terbuat dari kulit binatang ( sapi, kerbau, kambing ). Di jawa barat sebagai tempat asal suku sunda, alat musik ini biasa di gunakan dalam kelompok karawitan seperti kliningan, degung, iringan wayang, ketuk tilu, penca silat, bajidoran, dan sebagainya. Namun kendhang sunda ini ternyata tidak susuah di temukan di jawa khususnya jawa tengah yakni di wilayah sragen. Bahkan alat musik ini sekarang sangat lekat dengan musik karawitan di sragen. Masuknya kendang sunda dalam karawitan gaya sragen berdampak memberi warna musikal yang baru dalam karawitan gaya sragen yang sekarang sering di gunakan sebagai pengisi acara hiburan dalam acara adat pernikahan ataupun dalam hajatan masyarakat jawa yang lain. Lantas apakah kendhang ini sekarang bisa di katakan sebagai milik masyarakat sragen? Dan bagaimana masyarakat sunda menanggapi hal yang demikian.
Kendang indung dan kulanter sekarang sangat melekat dengan karawitan gaya sragen. Hal demikian terjadi karena tidak sedikit orang sunda yang berdatangan ke kabupaten sragen atau sebaliknya masyarakat sragen sendiri yang merantau di tanah sunda dan sudah pulang ke tanah asal, maka secara tidak langsung mereka memperkenalkan dan bercerita tentang kendang sunda kepada kerabat yang lain. Karakteristik masyarakat sragen adalah santun (menurut paparan bappeda sragen dalam bappeda.sragenkab.go.id) maka mereka dapat dengan mudah menerima masukan dan cerita dari yang lain tentang kendang tersebut, dengan hal demikian secara inisiatif masyarakat sragen berfikir untuk memasukan alat musik tersebut kedalam karawitan gaya sragen yang sudah ada dengan kendang jawa sehingga di ganti dengan kendang indung dan kulanter yang memiliki karakteristik sama dengan karawitan gaya sragen yakni rampak, senang dan atraktif. Sehingga secara tidak sadar masyarakat sragen kini lupa akan asal kendang indung dan kulanter sebenarnya karena sudah sangat melekat sekali antara alat musik ini dengan musik yang sedang berkembang di sragen. Tapi mari kita coba berfikir kembali. Seperti yang sudah penulis rumuskan di atas, jika kendang ini telah bermigrasi ke kabupaten sragen dan berassimilasi dengan musik karawitan yang berkembang di sana, maka apakah kendang ini bisa di katakan juga milik karawitan gaya sragen?.
Kendang indung dan kulanter dalam musik sragenan di mata si pelaku
Menurut Joko Wahyudi seorang pelaku seni karawitan gaya sragen, ia berpendapat tenetang kendang indung dan kulanter.
“kendang indung dan kulanter ini kalau di sragen sangat berpengaruh terhadap cengkok dan gaya musikal karawitan kami, maka ya seperti ini lah sragenan ( kebiasaan penyebutan karawitan gaya sragen) sangat identik dengan kendang ini dan sudah sangat menyatu sekali”.(wawancara pada 6 Juni 2012)
Tapi ketika ia di tanya “apakah anda sebagai seniman sragen mengakui kendang indung dan kulanter sebagai alat musik asal kota anda?”
“ya kalau saya sendiri sebagai seniman yang juga mahaiswa Etnomusikologi di ISI solo berpendapat bahwa kendang ini bukan milik karawitan sragen. Namun kalau masyarakat awam di sragen yang belum tahu tentang asal-usul kendang ini pasti mengira asal-usulnya dari solo ataupun dari sragen sendiri, karena di sragen kurang begitu populer isitilah indung dan kulanter ataupun kendang sunda dalam penyebutan alat musik ini dan hanya di kenal dengan sebutan kendang jaipong”.(wawancara pada 6 Juni 2012)

Menurut Joko wahyudi tersebut tentang kepemilikan kendang memang tidak salah karena faktor utama yang menyebabkan masyarakat awam mengira kendang indung dan kulanter berasal dari sragen sendiri adalah kurang begitu di kenalnya sebutan indung dan kulanter atau kendang sunda. Kalau saja istilah kendang sunda populer di sragen pasti masyarakat di sana akan lebih mudah mengenal asal-usul dari kendang ini yaitu dari sunda karena sudah sangat terwakili dalam istilah kendang sunda tersebut. Sayangnya hal tersebut tidak terjadi. Maka ini akan menjadi tugas para etnomusikolog yang melakukan penelitian di daerah sragen untuk lebih mengenalkan asal-usul dari kendang indung dan kulanter ini. Karena tugas utama etnomusikolog adalah memperoleh pengertian, sejarah asal-usul, perkembangan, dan persebaran musik pada berbagai bangsa di dunia (kamus besar bahasa indonesia offline). Istilah penyebutan yang populer dari kendang ini di sragen adalah kendang jaipong. Padahal jaipong sendiri adalah salah satu kesenian dari sunda, yang bukan termasuk seni tradisi melainkan seni kontemporer atau kreasi baru yang berkembang. Definisi jaipong sendiri seperti yang di kutip dalam forum.kompas.com adalah:
Jaipongan adalah sebuah genre kesenian yang lahir dari kreativitas seorang seniman Bandung, yakni Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu membuat seorang Gugum Gumbira mengetahui dan mengenal betul perbendaharaan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kiliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, Pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak minced dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. (forum.kompas.com di unduh pada 7 Juni 2012).
Memang benar seperti seni jaipongan sudah sangat di kenal di karisidenan surakarta termasuk sragen sejak tahun 1988. Seperti yang di paparkan oleh Sardini sebagai penari jaipong asal sragen. “...ya benar mas, sejak tahun 1992 saya bersekolah di SMKI Solo, tari jaipong sudah marak dan terkenal di daerah solo raya...”(wawancara 9 Juni 2012). Nah dari sini dapat sedikit di simpulkan bahwa terkenalnya kendang indung dan kulanter di karisidenan surakarta tak luput dari peran penting kesenian tari jaipong.
Kendang indung dan kulanter dalam karawitan gaya sragen masuk kedalam bentuk musik campursari. Maka musik karawitan di sragen dapat di katakan berkembang. Karena karawitan di sragen dapat di klasifikasikan menjadi 3 jenis yakni karawitan tradisi, karawitan sragenan, dan campursari gaya sragen. Namun yang akan di bahas di sini hanya karawitan sragenan dan campursari gaya sragen. Karena hanya kedua genre tersebut di sragen yang menggunakan kendang indung dan kulanter.
Kendang indung dan kulanter dalam karawitan sragenan
Karawitan sragenan adalah sebuah ensambel kaarawitan yang menggunakan gamelan ageng (sama seperti karawitan gaya surakarta). Namun dalam hal garap dan cengkok (irama lagu) sedikit berbeda dari karawitan tradisi. Pada umumnya karawitan sragenan tidak mengutamakan garap dan cengkok dari wilayah garap (ngajeng) dalam ricikan gamelan jawa yakni rebab, gender, siter, gambang dan suling (menurut klasifikasi KRT Mloyo widodo) atau bahkan juga vokal sindenan tradisi. Yang di tonjolkan dari karawitan sragenan adalah justru wilayah Balungan (saron barung, demung, bonang, saron penerus, slentem) dan kendang dari gamelan jawa. Mengapa demikian, hal ini terjadi karena gending-gending atau lagu yang di sajikan oleh karawitan sragenan adalah lagu-lagu yang memiliki karakteristik rampak, senang dan atraktif terutama menonjol pada jenis wilayah balungan sebagai melodi utama hampir dalam setiap lagu sragenan. Dan karena fenomena maraknya musik campursari sekitar awal tahun 2000 oleh Manthos (pelopor musik campursari) yang juga beriringan dengan perkembangan seni jaipong, ternyata kedua fenomena ini sangat berpengaruh terhadap musik karawitan di sragen. Terlihat dari seni karawitan di sragen mulai di masuki dengan unsur-unsur musik barat seperti keyboard, bass (awal 2000) serta kendang indung dan kulanter yang mulai diperkosa dalam hal cengkok oleh para pelaku seni di sragen. Seperti cengkok yang sangat populer adalah cengkok-cengkok dalam sekaran kendang ini. Biasanya banyak sekaran dari kendang wayangan atau bahkan dari kendang reog atau kesenian tradisi lain yang di adopsi kedalam kendang indung dan kulanter sesuai bunyi dan gaya nya yang tidak banyak di rubah.
Dalam hal cengkok masyrakat sragen mealukukan sedikit pemahan yang salah tentang tabuhan yang sesungguhnya dari kendang ini. Dalam tabuhan kendang ini sesungguhnya tidak ada bunyi dlang tetapi yang ada adalah bunyi mberebang. Sehingga banyak pendapat dari masyarakat tentang fenomena ini dan semua tentu berbeda. Ada yang mengatakan hal ini salah karena menyalahi tradisi awal tabuhan yang pokok dari asal daerahnya (ini kesimpulan penulis menurut beberapa orang pelaku atau ahli dalam kendang sunda). Namun ada juga yang mengatakan hal ini tidaklah perlu di jadikan masalah karena justru dengan adanya pola tabuhan baru ini, justru akan menambah kekayaan dari pola kendang indung dan kulanter. Dan juga hal seperti demikian akan membedakan mana musik sunda dan mana musik khas sragenan (hasil analisis penulis dari wawancara Joko Wahyudi pelaku karawitan sragenan). Maka dari kedua pendapat berbeda di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa sah bila masyarakat sragen melakukan perubahan terhadap pola tabuhan kendang indung dan kulanter.  Namun hal ini lazim di lakukan bila dimainkan di daerah asal dan masyarakat sragen tidak mengaku kepemilikan kendang ini. Dan tidak boleh masyarakat sragen atau siapapun memainkan kendang indung dan kulanter di jawa barat sebagai tempat asalnya menggunakan pola sragenan. Kenapa hal demikian tidak diperbolehkan? Sebenarnya bukan berarti tidak boleh sama sekali namun mungkin untuk acara festival seni atau kreasi muaik baru boleh. Yang tidak boleh yakni misal bila di gunakan dalam hiburan atau pesta rakyat yang menggunakan sseni tradisi. Karena tidak sedikit tentu masyrakat jawa barat yang akan tidak suka dan marah melihat alat musik asal daerahnya di mainkan dengan pola dan gaya yang tidak sesuai oleh masyarakat yang buka asal daerah si alat musik.
Kendang indung dan kulanter dalam campursari gaya sragen
Musik campursari memang bukan musik asli daerah sragen. Genre musik ini adalah hasil dari percampuran musik bernada pentatonik (gamelan jawa) dan musik bernada diatonic dari art barat. Pada umumnya ensembel musik campursari ini terdiri dari alat musik saron barung, demung, gender, siter, kendang jawa, kendang sunda, kendang india, drum, bas, gitar, keyboard, cak, dan cuk. Dari susunan alat musik tersebut maka musik campursari memiliki karakteristik senang dan rampak. Namun seiring berkembangnya jaman, alat musik di dalam campursari berkembang dengan masuknya biola, saxophone, trompet, trombone dan jenis alat orkestra lainnya. Dengan masuknya alat musik tersebut secara otomatis akan mempengaruhi karakteristik dalam musik campursari. Karena dengan masuknya biola akan memberikan kesan yang lebih lembut dan romantis. Saxophone dan alat tiup lainnya memberikan nuansa lebih semangat dan tegas.
Walaupun masuknya alat-alat musik tersebut yang memberikan nuansa baru dalam musik campursari namun ciri khas kendang indung dan kulanter tidak hilang dan masih tetap menonjol dalam musik campursari. Seperti musik campursari dari grup ‘tri tunggal’ dari colomadu yang membawakan genre campursari sragenan. Grup campursari yang dipimpin oleh Agus jolodhong ini sedikit berbeda dengan campursari sragenan lainnya karena walaupun musiknya sudah terkontaminasi dengan masuknya biola dan saxophone tapi peran kendang indung dan kulanter masih menjadi tokoh utama dalam grup ‘tti tunggal’.
Kesimpulan
Dari berbagai pemaparan tentang kendang indung dan kulanter di wlayah sragen yang telah di bahas tersebut, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yakni (1) Kendang indung dan kulanter mulai di kenal dan masuk dalam musik sragenan sejak mulai di kenalnya kesenian tari jaipong, (2) pengakuan masyarakat awam di sragen tentang kepemilikan kendang indung dan kulanter di karenakan bertambahnya tahun yang mengakibatkan semakin di lupakan bagaimana asal-usul kendang indung dan kulanter sebenarnya dan kurang di kenalnya istilah kendang sunda dalam kehidupan masyarakat sragen, dan (3) kendang indung dan kulanter sangat berkembang di sragen dalam jenis musik karawitan dan campursari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar