TRANSMEDIUM KARAWITAN GAMELAN JAWA
TERHADAP KARAWITAN CALUNG
Nurseto Bayu Aji
11112102
Latar
belakang
Kesenian
paling berkembang menurut sejarahnya adalah di daerah pusat pemerintahan atau
kraton. Jawa tengah dulu adalah pusat pemerintahan terbesar di nusantara
sebelum akhirnya berpindah ke jawa timur pada masa majapahit. Jawa tengah
memiliki banyak kraton besar, salah satunya ialah kraton kasunanan surakarta.
Kasunanan surakarta adalah kerajaan yang lahir dari peperangan saudara pada
masa kraton mataram. Walupun kasunanan surakarta merupakan daerah hasil dari
pecahan mataram, namun kasunanan surakarta mampu menunjukan eksistensinya
sebagai kraton yang maju. Salah satu bidang adalah dalam kesenian.
Kesenian
yang berkembang di dalam tembok kraton adalah sebuah seni yang tidak diketahui
siapa penciptanya. Kesenian yang ada hanyalah beratas namakan seorang raja. Hal
ini merupakan kebanggaan bagi si pencipta semi sendiri karena merupakan sebuah
pengabdian terbesar kepada seorang raja. Misalnya adalah seni karawitan.
Kesenian ini meliputi satu kelompok ensambel alat musik yang disebut gamelan. Kelompok
musik ini lebih dikenal dengan sebutan karawitan. Karawitan sendiri berasal
dari kata dasar “rawit” yang artinya adalah rumit. Rumit sendiri dapat terlihat
dari struktur musikal krawitan gamelan jawa ini. Namun kata rawit sendiri dapat
diartikan menjadi halus, cantik, berliku-liku dan enak. Karawitan jawa ini
adalah satu jenis musik yang menggunakan
sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan garap
dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar[1].
Seiring
berkembangnya seni karawitan gamelan jawa ini didalam tembok kraton, hanya
penghuni kraton sajalah yang dapat menikmatinya. Masyarakat golongan rendah
atau penduduk desa pada waktu itu sangat sulit untuk menikmati musik tersebut.
namun satu kasus terjadi di daerah jawa bagian barat yakni Banyumas. Masyarakat
di Banyumas pada waktu itu mengalami kejenuhan terhadap hidup karena tidak
memiliki kesenian musik sendiri. Hendak menikmati musik karawitan jawa pun
mesti jauh pergi ke kraton yang pada waktu itu letaknya berada di surakarta dan
yogyakarta. Oleh sebab itu mereka mencoba untuk menduplikat satu perangkat
gamelan jawa kedalam alat musik lain yang dapat mewakili. Dengan tujuan untuk
mendapatkan satu kesenian musik baru yang dapat memainkan lagu atau
gending-gending layaknya gamelan jawa.
Transmedium
yang terjadi pada fenomena ini. akhirnya mereka membuat perangkat alat musik
calung yang terbuat dari bambu. Sistem pelarasannya pun menggunakan laras
slendro 5 nada seperti pada gamelan jawa. Juga mengenal sistem pathet dan
urutan sajian garap. Dilihat dari susunan ricikan atau alat musik pada ensambel
karawitan calung pun juga begitu. Memiliki balungan utama yang biasa disebut
calung atau gambang, slenthem, kempul, gong tiup dan kendang. Sajian
gending-gendingnya pun sebagian besar pada mula-mulanya memainkan
gending-gending dari gamelan jawa.
Rumusan masalah
Calung
merupakan duplikasi hasil dari transmedium gamelan jawa. Dari wacana ini dan
latar melakang tersebut akan banyak permasalahan yang menarik untuk dibahas.
Selanjutnya permasalahan-permasalahan terbut akan dirumuskan menjadi rumusan masalah
berikut:
1. Bagaimana
proses transmedium yang terjadi pada calung?
2. Bagaimana
dampak dari transmedium gamelan jawa menjadi calung?
Asal-usul Calung
Bambu
adalah tanaman yang banyak dijumpai di daerah Banyumas yang memang merupakan
daerah pedesaan. Oleh karena itu bambu disini dimanfaatkan oleh masyarakat
banyumas untuk membuat sebuah alat musik yang menyerupai gamelan jawa. Awalanya
belum terfikir untuk membuat satu perangkat gamelan, mereka hanya menciptakan
alat musik yang bersifat solo atau dimainkan tanpa ensambel. Bongkel adalah
nama musik pertama kali yang diciptakan.
Bongkel
adalah salah satu bentuk musik rakyat yang terdapat di desa Gerduren, Banyumas
(Jawa Tengah). Musik ini didukung sebuah instrumen perkusi (sejenis angklung
bambu), berlaras slendro. Dalam satu bingkai terdapat empat tabung nada
berbeda. Cara memainkan digoyang dan digatarkan menggunakan kedua tangan, serta
diikuti tutupan jari-jari tertentu untuk menentukan nada. Karakteristik
permainan bongkel terletak pada jalinan ritmis antara keempat tabung nada[2]. Kemudian
mengalami evolusi menjadi alat musik baru yang bernama buncis. Buncis ini masih
mengalami evolusi kembali menjadi krumpyung. Krumpyung disini sudah berbentuk
alat musik yang menggunakan pelarasan slendro 5 nada, berbeda dengan buncis
atau bongkel yang masih menggunakan pelarasan slendro 4 dan 3 nada. Ketiga alat
musik bongkel, buncis, dan krumpyung tersebut memiliki generasi baru yang
samapai saat ini diakui eksistensinya serta diakui perkembangannya yang sangat
pesat yakni calung.
Calung
berbeda dengan alat musik pendahulunya yang masih berbentuk seperti angklung
jawa barat yang dimainkan dengan digoyang. Calung pada bentuk utuhnya
menyerupai satu perangkat pada gamelan jawa yakni gambang. Persamaanya adalah sama-sama
menggunakan 2 pemukul, menggunakan rancakan
sebagai wadah bilahnya, serta cara permainannya. Perbedaannya adalah
gambang menggunakan bahan bilah dari kayu sedangkan calung bilahnya dari bambu.
Selain itu juga peletakan bilah gambang pada rancakan menggunakan bantuan paku sedangkan pada calung peletakan
bilahnya menggunakan bantuan tali pluntur yang digantung dengan masing-masing
bilah calung.
Transmedium dari
gamelan ageng jawa
Transmedium
adalah kegiatan memindahkan atau mengalihkan peran suatu benda terhadap media
benda yang lain. Seperti alasan utamanya masyarakat banyumas yang berlatar
belakang pedesaan jauh dari kehidupan seni seperti di kraton atau kota. Oleh
karena itu mereka mencoba untuk menciptakan kesenian atau musik yang dapat
menjadi hiburan atau penyemangat dalam kehidupan mereka. Saat itu yang paling
menginspirasi bagi mereka adalah musik dari gamelan ageng jawa. Tentu jika
mereka meniru dengan sama persis akan kesusahan terutama dalam bahan alat musik.
Oleh sebab itu mereka mencoba memanfaatkan sumber daya alam sekitar yang
sekiranya dapat dimanfaatkan sebagai pengganti logam. Disinilah awal dipilihnya
bambu karena bentuknya jika dibagi dua atau di rentangkan mirip seperti bilah
pada gamelan ageng. Secara bahan saja kegiatan ini sudah merupakan transmedium
yang dilakukan oleh masyarakat banyumas. Mereka memindahkan fungsi serta peran
bilah logam terhadap bilah bambu. Tentu jika dari bahan saja sudah mengalami
transmedium secara peran dan fungsi, maka pada perangkat atau ensambel alat
musik calung tidak akan jauh berbeda dengan ensambel gamelan jawa.
Pada
ensambel gamelan calung ini seperti yang telah dipaparkan bahwa memiliki jenis
ricikan gamelannya sendiri. Awal dari penciptaan ricikan-ricikan pada gamelan
calung ini diduga mengadopsi dari perangkat gamelan jawa. Transmedium fungsi
sangat terlihat sekali disini. Seperti hadirnya ricikan gambang, slentem,
kempul, gong bumbung dan kendang pada gamelan calung.
1. Gambang
calung
Instrument
gambang calung ini adalah instrument utama pada ensambel gamelan calung.
Seperti yang sudah dipaparkan di sub bab sebelumnya bahawa instrument ini
bentuknya menyerupai satu perangkat pada gamelan jawa yakni gambang.
Persamaanya adalah sama-sama menggunakan 2 pemukul, menggunakan rancakan sebagai wadah bilahnya, serta
cara permainannya. Perbedaannya adalah gambang menggunakan bahan bilah dari
kayu sedangkan calung bilahnya dari bambu. Selain itu juga peletakan bilah
gambang pada rancakan menggunakan
bantuan paku sedangkan pada calung peletakan bilahnya menggunakan bantuan tali
pluntur yang digantung dengan masing-masing bilah calung. fungsi dan peran dari
gambang calung ini adalah sebagai pembentuk melodi utama dalam setiap repertoar
musik calung. cara permainannya adalah imbal-imbalan
atau bergantian. Tentu dengan hal tersebut akan membutuhkan dua gambang untuk
membentuk satu melodi. Dalam setiap pertunjukan gamelan calung, biasanya
dihadirkan 4 buah gambang bahkan lebih untuk tujuan imbal-imbalan tersebut.
2. Slentem
calung
Slentem
calung berbentuk seperti gambang calung, namun lebih besar dan hanya memiliki lima
bagian nada. Menggunakan rancakan bertali
pluntur juga seperti gambang calung.
Pemukul pada slentem calung hanya satu buah layaknya slentem pada gamelan jawa.
Bentuk pemukul adalah tongkat pendek dengan ujung sebuah kayu benbentuk lempeng
lingkar yang tepinya di balut dengan kain merah.Bentuk serta cara permainannya
dalam struktur ensambel, slentem ini mirip dan sama persis seperti layaknya slentem
pada gamelan ageng jawa. Maka slentem pada calung ini merupakan adopsi total
bentuk, peran, fungsi dan nama dari slentem pada gamelan jawa.
3. Kempul
Alat
musik lain yang memiliki nama sama adalah kempul. Namun kempul pada gamelan
calung ini berbeda bentuknya dengan kempul di gamelan jawa. Seperti yang kita
ketahui bahwa bentuk dari kempul pada gamelan jawa adalah bulat besar dan
berplencu, namun bentuk dari kempul pada gamelan calung adalah seperti layaknya
slentem calung namun ukuran bilahnya lebih kecil, hampir mirip seperti
bilah-bilah posisi nada rendah pada gambang calung. Jumlah bilahnya adalah lima
seperti slentem calung. Cara memainkannya sama seperti slentem calung. Pemukul
kempul ini juga berbentuk tongkat pendek dengan ujung sebuah kayu benbentuk
lempeng lingkar yang tepinya di balut dengan kain merah, sama seperti slentem
calung. peran dan fungsinya adalah menguatkan daripada slentem calung. dilihat
dari bentuk, peran dan fungsinya kempul ini berbeda sekali dengan kempul pada
gamelan jawa. Tidak terjadi transmedium pada instrument ini, hanya kesamaan
nama yang tertera.
4. Gong
bumbung
Seperti
halnya gong pada umumnya, gong pada gamelan calung ini fungsi serta perannya
adalah sebagai suara bass atao low yang
penempatannya pada setiap akhir kalimat lagu. Namun bentuk dari gong bumbung
pada gamelan calung ini berbeda dengan gong pada umumnya di nusantara. Bentuk
dari gong ini adalah malah mirip seperti alat musik degurigu dari australia,
karena bentuknya hanya bumbungan bambu besar dengan peniupnya yang cara
memainkannya ditiup menggunakan ambasire tertentu.
Secara struktural dalam setiap pementasan gong bumbung ini permainannya
mengadopsi permainan kempul gamelan jawa pada tabuhan dangdutan. Proses
transformasi dari gamelan jawa adalah hanya terjadi pada nama yang sama, peran
dan fungsi gong. Masalah bentuk tidak terjadi transformasi disini.
5. Kendang
Pengertian dalam konteks gamelan jawa, kendang adalah sebuah
alat musik Jawa (tepatnya dari Jawa Tengah) yang digunakan untuk mengimbangi
alat musik lain atau mengatur irama. Cara
menggunakan kendang yaitu dengan tangan tanpa alat bantu apapun. Jenis-jenis kendang yaitu:
1. Kendang kecil disebut ketipung.
2. Kendang menengah disebut kendang ciblon atau kebar.
3. Kendang gedhe (pasangan kendang
ketipung) disebut kendang kalih.
Memainkan
alat musik kendang termasuk tidak mudah, hanya mereka yang sudah
professional dalam bidang musik Jawa yang memainkannya. Memainkan kendang
adalah mengikuti naluri si pengendang, jadi irama kendang yang dihasilkan
mungkin saja berlainan pada tiap pemain kendang yang berbeda[3].
Namun didalam gamelan calung ini sangat mengadopsi atau tepatnya mentransformasi
pola-pola kendang yang terdapat pada kendang gamelan jawa karena bentuk serta
sifatnyanya sama. Terutama pola
tabuhan langgam dan gecul karena jenis kendang yang digunakan dalam gamelan
calung ini adalah kendang ciblon. Selain menggunakan instrument kendang ciblon
dari jawa, terkadang gamelan calung ini juga menggunakan kendang sunda atau
lebih akrab kita sebut sebagai kendang jaipong. Pemilihan kendang jaipong ini
juga karena faktor geografisnya banyumas lumayan dekat dengan daerah sunda jawa
barat. Selain itu juga faktor alat pendukung gamelan calung ini yang bahan
utama adalah bambu dan bernenek moyang pada bongkel. Jika kita mereview ke atas
kembali bahwa bongkel bentuknya mirip seperti angklung di jawa barat. Oleh
sebab hal tersebut maka kendang sunda akan sangat masuk pada kesenian calung
yang merupakan evolusi dari bongkel yang mirip angklung ini.
6. Vokal pada gamelan calung
Pada
gamelan calung ini jenis vokal yang dipakai adalah vokal sinden jawa. Voakal
disini dilakukan oleh seorang wanita dengan suara pada tingkat atau scale sopran dan menggunakan suara dalam
sesekali. Selain vokal sinden, juga hadir vokal laki-lakinya yang disebut
gerong. Gerong disini biasanya porsinya hanya sedikit jika dibanding dengan
vokal sinden karena gerong berbunyi hanya pada saaat tertentu pada bagian
sela-sela lagu oleh sinden. Pada dasarnya jika kita melihat prinsip dari sinden
dan gerong ini sangat kuat bahwa mereka melakukan transformasi dari vokal
gamelan jawa. Terlihat dengan cengkok dan suara yang dihasilkannya sama. Dari
segi visual juga, pakaian yang dikenakan saat petunjukan sama persis dengan
yang ada pada kebudayaan gamelan jawa.
Dampak dari
transmedium gamelan calung
Transmedium
merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh masyarakat banyumas. Pepatah jawa
megatakan ngunduh wohinh pakerti
,pada umumnya pepatah ini digunakan untuk menunjukan hal-hal yang sifatnya
jelek, namun disini penulios coba mendefinisikannya menjadi sesuatu yang
netral, bisa jelek dan bisa baik. Artinya secara umum pepatah tersebut adalah
“memetik setiap menanam” secara maknanya adalah setiap sesuatu yang dilakukan
pasti akan menuai hasilnya. Seperti transmedium menjadi gamelan calung ini,
bagaimana dampaknya.
Dari
sudut panfang budaya menurut penulis hal ini akan sangat menguntungkan bagi
nusantara karena menambah investasi seninya. Namun bagi kebudayaan jawa dalam
tembok kraton, ini akan sedikit merugikan karena kebudayaan mereka di tiru
dengan semudah itu menggunakan medium yang berbeda. Hal itu sewaktu masih
berlaku kebudayaan dalam tembok kraton dan desa. Namun kini semua sama,
pemerintahan sudah ada di tangan negara atau presiden, maka dampak untuk merugi
tersebut sudah tidak berlaku lagi karena yang ada sekarang hanyalah bagaimana
melestarikan kebudayaan di nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar