Selasa, 08 Oktober 2013

KLASIFIKASI PENONTON PERTUNJUKAN WAYANG KULIT: STUDI KASUS WAYANG KULIT KI ENTUS SUSMONO

Pendahuluan
            Wayang kulit merupakan salah satu kesenian di nusantara yang menggunakan media boneka dari kulit binatang yang disorot dengan lampu untuk menghasilkan bayangan yang indah. Dalam pementasannya wayang kulit diiringi dengan musik yang sangat khas dari ensembel gamelan ageng. Biasanya musik dalam pertunjukan wayang dibagi menjadi 3 tipe berdasar modulasi nada slendro. Pembagian tersebut antara lain adalah Nem, Nyongo, dan Manyura. Pertama kali dalam pertunnjukan wayang dimulai biasanya diawali dengan gending atau repertoar yang berjuluk Talu yang menggunakan modulasi nada slendro manyura. Selanjutnya langsung berpindah modulasi ke slendro nem untuk iringan adegan jejer atau paseban dalem sampai adegan peperangan akhir. Kemudian beralih ke modulasi slendro songo pada adegan goro-goro sampai cerita selanjutnya. Modulasi dari slendro nem ke slendro songo ini terjadi secara fleksibel. Maksudnya adalah menyesuaikan dengan keadaan dan cerita dai wayang kulit sendiri, tergantung bagaimana garap dari dalang sebagai pelaku utama dalam pertunjukan.
            Seni wayang kulit ini dapat dikatakan sebagai seni pertunjukan apabila ada peran serta dari penonton. Karena penonton adalah sebuah item yang sangat penting bagi suatu pertunjukan dalam bangunan keutuhan sistemnya. Seperti kutipan dari situs STKUP YPUP yakni “Seni Pertunjukan adalah segala ungkapan seni yang substansi dasarnya adalah yang dipergelarkan langsung di hadapan penonton”[1]. Oleh karena itu penonton sangat penting dalam pertunjukan wayang kulit. Penonton tidak hanya menjadi objek dari senio pertunjukan wayang kulit namun penonton juga berperan sebagai pendongkrak popularitas pelaku pertunjukan seperti halnya seorang dalang dapat terkenal karena banyak penggemarnya. Penggemar atau yang lebih populer disebut sebagai fans. Kata fans dihubungkan dengan kata fanatic yang diambil dari bahasa latin fanaticus yang berarti belonging to the temple[2]. Namun menurut adorno, fans atau penonton atau penggemar dapat dibagi menjadi beberapa menurut tingkatannya.
            Dalam tulisan ini akan menggunakan beberapa konsep dari adorno karena menyesuaikan dengan kebutuhan penelitian yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan adalah mengenai bagaimana pengklasifikasian penonton dalam pertunjukan wayang. Penyempitan penelitian dilakukan terhadap satu objek seni yakni kelompok wayang oleh Ki Entus Susmono. Entus dan kelompok musiknya yang bernama Satria Laras ini dalam setiap pertunjukannya pasti dapat mendatangkan banyak penonton karena memang merupakan sudah kelompok seni yang kawakan dan sudah memiliki ciri khas musik sendiri seperti yang akan dipaparkan dalam isi dari makalah ini.
            Dalam penelitian tentang klasifikasi penonton wayang kulit ini melihat pengklasifikasiannya berdasar tingkatan peran penonton dalam pertunjukan, faktor sajian pertunjukan dan faktor kebutuhan penonton. Namun untuk lebih memberikan sekat dalam pengklasifikasian, akan juga digunakan durasi waktu dalam pementasan karena akan terlihat jelas volume penonton yang ada. Untuk lebih menjelaskan tentang pengklasifikasian penonton wayang kulit ini, akan digunakan beberapa konsep dari T.Adorno tentang klasifikasi penonton yakni The good listener, The culture consumer, The jazz fan dan Unmusical. The good listener dipakai untuk melihat bagaimana penonton yang baik yang menikmati pertunjukan bukan hanya untuk prestise tetapi karena memang suka. Penonton yang baik ini biasanya melihat pertunjukan secara menyeluruh atau detail terhadap pertunjukan wayang kulit, tetapi belum tentu mereka paham betul tentang teknik atau struktur tertentu tentang pertunjukan wayang.
            The culture consumer adalah penonton yang lebih fokus terhadap kemasan pertunjukan. Dapat dilihat dari segi garap musik maupun kemasan pembawaan seorang dalang. Hal ini dimungkinkan karena dalam pertunjukan wayang kulit seorang dalang adalah penentu susasana dalam mensituasikan pertunjukan. Selanjutnya adalah the jazz fan adalah penonton yang hanya menjadi penggembira. Maksudnya adalah penonoton yang hanya melihat pertunjukan sebagai hiburan. Hiburan karena disebabkan penonton ada kontak emosional atau kekerabatan dengan si pengundang pertunjukan wayang. Kemungkinan kedua penonton juga ada hubungan kekerabatan atau hanya sekedar kenal atau hanya mengidolakan dalang secara perorangan atau secara kemasan beserta musiknya. Unmusical sedikit mirip dengan the jazz fan, karena dalam konsep ini melihat penonton yang sama sekali tidak melihat pertunjukan dan tidak menikmati hasil suara dari pertunjukan wayang kulit. Penonton jenis ini hanya sekedar datang dalam lingkungan pertunjukan karena faktor lain yang non kesenian di area pertunjukan.
            Secara garis besar dalam penelitian ini, pengklasifikasian penonton pertunjukan wayang kulit akan diklasifikasikan berdasar  konsep adorno tersebut. Sebagai pijakan dasar memang memakai konsep adorno tersebut, namun dalam prakteknya pengklasifikasian penonoton akan lebih dipilah berdasar durasi waktu pertunjukan, tingkat pendidikan masyarakat sekitar dan faktor ekonomi masyarakat dari wilayah diadakannya pertunjukan.
Pertunjukan wayang kulit Ki Entus Susmono
            Ki Entus Susmono merupakan dalang wayang kulit yang sudah ternama di Indonesia atau bahkan di kancah internasional. Dalang yang berasal dari Kabupaten Tegal ini dalam setiap penampilannya memang lain dibandingkan dengan dalang wayang lain. Ciri khas dari Ki Entus yang paling menonjol adalah dari cara ia merakit setiap adegan dalam cerita wayangnya yang dibuat seolah seperti drama pada kehidupan manusia sehingga dapat mempengaruhi para penonton untuk terpaku dalam alur cerita yang dibawakan. Ciri lain adalah dari tutur katanya yang sedikit humoris bahkan kadang memunculkan unsur kata-kata jorok atau saru untuk membuat tertawa para penonton. Ki Entus menjadi dalang yang paling ditakuti untuk di tanggap oleh kalangan Politik atau pemerintah yang memiliki cacat dalam tugas jabatannya, karena kadang ia blak-blakan dalam membongkar aib para pejabat dengan dibumbui sedikit lelucon yang kadang membuat pejabat yang kena tersebut menjadi malu atau kehilangan muka di khalayak. Pengamatan ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa Ki Entus beberapa tahun yang lalu masuk bui karena tuduhan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh salah seorang pejabat dari salah satu parpol besar di Indonesia. Karena hal-hal demikian tadi tak heran bahwa Ki Entus merupakan dalang yang fenomenal dengan sejuta tingkah lakunya yang kadang tidak terduga. Dalam pertunjukan wayangnya pun juga demikian. Kadang muncul hal-hal yang tidak terduga yang tidak sewajarnya dalam pertunjukan wayang kulit, seperti halnya unsur-unsur musik atau garap musikal dari ensembel yang mengiringi.
            Musik yang mengiringi dalam pementasan wayang kulit Ki Entus Susmono adalah kelompok musik karawitan Satria Laras. Satria Laras pada dasarnya sama seperti kelompok karawitan yang lain. Yang paling membedakan dari kelompok musik ini adalah dari segi susunan alat musik, penataan tempat dan garap musikalnya. Satu persatu akan dibahas dalam selanjutnya ini:
a.      Susunan alat musik
Susunan alat musik dari Satria Laras adalah terdiri dari perangkat gamelan ageng pelog dan slendro yakni set kendang jawa, 2 demung, 2 saron, peking, bonang barung, bonang penerus, bonang penembung pelog, gender, slenthem, gong, kempul, ketuk kempyang, kenong, rebab, siter dan gambang. Instrumen yang membedakan daripada kelompok karawitan lain adalah adanya alat musik set kendang sunda, jimbe, bedug tibet, cymbal, chinese gong, brass section dan string section (biola).
b.     Penataan Tempat
Penataan tempat pada Satria Laras dan pertunjukan wayang Ki Entus Susmono ini memang lain dari pada yang lain. Kalau biasanya letak gender berada di belakang dalang tepat dan di ikuti oleh kendang dibelakangnya dan instrumen balungan di paling belakang. Namun pada penataan Satria Laras letak kedua set kendang yakni jawa dan sunda justru di belakang dalang dan dibelakangnya tepat berada Instrumen balungan. Hal ini dilakukan karena pemegang kendang merupakan penata iringan yang mengatur jalannya iringan musik di bawah pengaturan dari dalang. Sehingga penting peletakan ini dilakukan untuk memudahkan pengendang sebagai penata iringan untuk mengkordinir pemusik atau pengrawit yang lain.
c.      Garap Musikal
Sebetulnya dalam garap musikal Satria Laras sangat banyak ciri khusunya yang membedakan dengan kelompok musik lain. Namun karena dalam makalah ini hanya akan membahas tentang pengklasifikasian penonton sehingga dalam garap musikal hanya dapat digaris bawahi bahwa Satria Laras dalam garap musikalnya mengutamakan ketepatan pukulan dan menonjol dalam Instrumen balungan yang memunculkan suasana rancak yang dapat memkau dan membuat terpana para penonton.
Penonton dalam pertunjukan wayang kulit Ki Entus Susmono
Dalam setiap pementasan wayang Ki Entus, jarang sekali terdapat sedikit penonton yang menyaksikan karena faktor kepopuleran dari Ki Entus ini sendiri dan atmosphere yang dihasilakan dalam pertunjukannya. Bahkan tidak jarang pula dalam setiap pertunjukannya yang dilaksanakan di tanah lapang, penonton sampai penuh dan memadati area pertunjukan bahkan membuat jalanan di sekitar area tanah lapang menjadi macet oleh kendaraan-kendaraan yang parkir. Dalam maupun luar area pertunjukan biasanya juga dipadati oleh para pedagang tang terdiri dari pedagang makanan dan usaha dagang lain seperti souvenir atau juga pada daerah tertentu kadang ada pedagang menjajakan perjudian seperti judi roda berputar dan judi catur, sehingga penonton dalam pertunjukan wayang kulit dapat terlihat padat dan hampur tidak ada cela. Jumlah penonton yang banyak dengan aktivitas masing-masing tersebut dapat diklasifikasikan menjadi seperti demikian:

a.     The good listener
Seperti yang telah dipaparkan didepan bahwa The good listener merupakan penonton yang baik yang menikmati pertunjukan bukan hanya untuk prestise tetapi karena memang suka. Penonton ini biasanya melihat pertunjukan secara menyeluruh atau detail terhadap pertunjukan wayang kulit, tetapi belum tentu mereka paham betul tentang teknik atau struktur tertentu tentang pertunjukan wayang.  Dikatakan sebagai The good listener dalam pertunjukan wayang kulit Ki Entus adalah para penonton yang datang karena ingin melihat bagaimana sajian dari pertunjukan itu, yang mereka adalah penonton yang ingin tahu betul bagaimana pertunjukan Ki Entus berlangsung dengan bekal pengetahuan tentang wayang kulit yang lumayan detail dan penuh. Contoh konkrit dari penonton ini adalah para kaum muda yang sedang belajar tentang seni pewayangan, baik yang otodidak atau yang lewat dunia akademis seperti mahasiswa.
Kaum akademisi yang menjadi penonton dalam pertunjukan wayang kulit Ki Entus pasti pertama kali yang dirasakan adalah merasa aneh dan asing. Hal tersebut karena gaya dari pewayangan Ki Entus memiliki cirinya sendiri yang berbeda jauh dari gaya pedalangan yang diajarkan di dunia akademisi. Bahkan tidak sedikit pengajar pedalangan khusunya bidang wayang kulit yang mengekang tentang gaya pewayangan dari Ki Entus ini karena berbeda dengan pedoman atau tradisi pewayangan yang mereka anut. Sehingga dampaknya dalam setiap pementasan Ki Entus, jarang sekali ditonton oleh para pengajar tentang pedalangan seperti dosen atau pengajar lain.
Posisi dari penonton ini adalah biasanya berada di deretan depan dari pada seluruh penonton yang ada. Namun bukan depan sendiri, posisi depan tapi bukan paling depan. Posisi ini sangat cocok karena dari sisi itu mereka mendapatkan titik focus atau titik pandang yang tepat dalam menyaksikan pertunjukan wayang. Selain itu pada posisi itu juga stereo ponik dari pengeras suara sangat maksimal untuk mendapatkan kejelasan suara dari panggung pementasan. Ciri khusus dari penonton jenis ini adalah biasanya mereka duduk dengan tenang, memperhatikan dengan fokus terhadap sajian pertunjukan, posisi tangan sebagian besar mereka dilipat di depan dada dan mereka lumayan menikmati pertunjukan. Setiap kali ada kejutan atau hal yang menarik dari pertunjukan seperti misal ada tekhnik sabetan wayang yang unik atau musik yang aneh, pasti mereka segera mengakan badan dan mencari-cari apa yang terjadi, seakan ingin lebih tahu. Durasi waktu dari penonton jenis ini adalah mereka bertahan menonton ada yang sampai selesai pertunjukan atau juga ada yang pada saat adegan goro-goro sudah pulang karena inti cerita dinilai sudah selesai dan terpapar.
b.     The culture consumer
Thr culture consumer adalah penonton yang lebih fokus terhadap kemasan pertunjukan. Dapat dilihat dari segi garap musik maupun kemasan pembawaan seorang dalang. Hal ini dimungkinkan karena dalam pertunjukan wayang kulit seorang dalang adalah penentu susasana dalam mensituasikan pertunjukan. Terutama pada pertunjukan wayang Ki Entus yang memiliki ciri khusus dalam sajiannya dan garap musik yang beda dari yang lain.
Posisi dari penonton ini biasanya adalah berada di tengah kerumunan penonton atau juga bisa berada di samping sekitaran panggung pementasan. Mereka biasanya lebih suka berdiri dan berdirinya mereka tersebut dapat bertahan berjam-jam hingga pertunjukan berakhir. Tapi kebanyakan jenis penonton ini, mereka durasi menontonnya ada dua yakni sampai pada adegan limbukan atau peperangan dan yang kedua mereka sampai akhir adegan goro-goro. Jenis penonton ini yang berdurasi sampai akhir goro-goro memang sulit untuk dibedakan dengan jenis the good listener, namun yang dapat membedakan adalah dalam hal memperhatikan pertunjukannya. Misal ketika seperti ada kejutan atau kejadian aneh dalam pementasan, jenis penonton ini paling hanya tersenyum atau tertawa saja. Tidak seperti the good listener yang antusiasnya lebih.


c.      The jazz fan
The jazz fan adalah penonton yang hanya menjadi penggembira. Maksudnya adalah penonoton yang hanya melihat pertunjukan sebagai hiburan. Hiburan karena disebabkan penonton ada kontak emosional atau kekerabatan dengan si pengundang pertunjukan wayang. Kemungkinan kedua penonton juga ada hubungan kekerabatan atau hanya sekedar kenal atau hanya mengidolakan dalang secara perorangan atau secara kemasan beserta musiknya. Penonton jenis ini dalam pertunjukan Ki Entus sangat banyak terlihat, misal ada pejabat setempat yang datang, mereka padahal belum tentu suka dengan pertunjukan wayang, namun tetap datang karena faktor ingin menjaga nama baik dan untuk menjaga hubungan baik dengan masyarakatnya.
Posisi dari penonton jenis ini tidak tentu, mereka tidak dapat diprediksi lewat posisi, mereka dapat diketahui hanya dari tingkah laku dan durasi bertahannya. Tingkah laku dari penonton jenis ini adalah ngobrol sendiri dengan temannya, bermain ponsel genggam, sering menguap, tapi tetap pada area view pertunjukan. Durasi untuk penonton jenis ini adalah mereka semau mereka, ada yang baru pertunjukan berlangsung 1 sampai 2 jam sudah pulang atau maksimal mereka hanya sampai akhir adegan limbukan langsung pulang.
d.     Unmusikal
Penonton jenis ini hanya sekedar datang dalam lingkungan pertunjukan karena faktor lain yang non kesenian di area pertunjukan. Faktor lain tersebut antara lain adalah seperti faktor butuh hiburan karena suntuk dirumah, ingin bersosialisasi dengan teman-teman atau orang banyak, fafktor adanya pedagang yang beranekaragam dan banyak pilihan, faktor karena adanya perjudian, dll. Penonton unmusical tidak begitu mementingkan bagaimana pertunjukan wayang, posisi mereka adalah jauh dari area view pertunjukan. Walaupun mereka dapat dikatakan hanya sebagai pendengar karena kerasnya suara pertunjukan yang dihasilkan dari pengeras suara, namun mereka tidak mempedulikan hal tersebut. Mereka lebih mementingkan kesibukannya sendiri di area sekitar tempat pementasan. Yang termasuk dalam penonton jenis ini bukan hanya orang yang sengaja datang berkunjung dari rumah, namun pedagang yang sedang berniaga atau melakukan jual beli dan orang yang lewat juga termasuk. Semua orang yang berada di sekitar area pementasan wayang yang tidak begitu mempedullikan suara atau view pertunjukan termasuk ke dalam jenis penonton ini.
Penutup dan kesimpulan
Oval: Unsmusikal
The jazz fan (dapat dimana saja)
 
The culture consumere
 
The good listener
 
The culture consumere

 
Area pementasan
 
The culture consumere

 
Area pertunjukan
 
            Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pertunjukan wayang, penonton dapat dipilahkan atau diklasifikasikan menurut karakter dan kebutuhan mereka. Untuk lebih jelas akan dibuat bagan seperti dibawah ini:




The jazz fan (dapat dimana saja)

 
 





Keberadaan penonton dalam pertunjukan wayang kulit sangat penting perannya. Apapun jenis dari penonton tersebut kita wajib hargai karena merekalah yang menjadi konsumen budaya nusantara yang ikut serta melestarikan juga.





DAFTAR PUSTAKA
http://duniakampusmakassar.blogspot.com/2009/03/seni-pertunjukan-adalah-segala-ungkapan.html diunduh
INFORMAN
Dwi Hatmanto Nugroho S.Sn (36) sarjana pedalangan dan pengrawit dari kelompok musik Satria Laras



[1] http://duniakampusmakassar.blogspot.com/2009/03/seni-pertunjukan-adalah-segala-ungkapan.html diunduh pada 17 Juni 2013 pukul 14:32
[2] Echols dan sadily : 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar