Selasa, 29 Oktober 2013

SENI KUNTULAN BANYUWANGI

KUNTULAN
Oleh: Nurseto Bayu Aji
           
Rebana bukan alat musik asli dari Nusantara, namun merupakan salah satu alat musik serapan dari bangsa arab. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa arab pada masa dahulu merupakan bangsa yang besar dengan perdagangannya yang meluas di seluruh dunia. Salah satunya adalah di Nusantara. Ketika mereka berlabuh di satu wilayah mereka bukan sekedar berdagang namun juga mensiarkan agama islam dan mengenalkan budaya mereka. Salah satunya adalah musik mereka yang berbentuk perkusi salah satunya dengan instrumen rebana atau terbang. Istrumen ini banyak tersebar di Nusantara terutama di wilayah pesisir, mengingat bangsa arab yang berdagang menggunakan jalur laut, maka instrumen terbang juga lebih terkenal di daerah pesisir. Seiring bertambahnya waktu instrumen terbang tidak hanya terkenal di Nusantara namun juga berakulturasi dengan setempat dan berkambang dengan ciri khusus daerah masing-masing. Salah satu daerah yang menjadi temnpat perkembangan terbang adalah di Kabupaten Banyuwangi.
            Di bumi blambangan ini alat musik terbang membentuk ensambel musik yang biasa disebut kuntulan. Dalam kuntulan terbang dibagi menjadi tiga devisi atau jenis suara guna membentuk pola interlooking. Ketiga devisi tersebut adalah ngonteng, ngleboni, dan nimpak. Dalam pembagian tiga jenis devisi tersebut pola dasar terletak pada ngonteng selanjutnya ngleboni dan nimpak saling bersautan membentuk pola interlooking sendiri guna mengisi kerampakan kuntulan. Sehingga jumlah terbang dalam kuntulan dapat berapa saja asal kelipatan tiga. Semisal 3, 6, 9 atau 12. Nama – nama pola pada terbang antara lain krotokan dan kendaan. Dalam kuntulan terbang tidak berdiri sendiri namun didukung oleh alat musik lain yakni jidor, lencangan dan pantus. Masing-masing alat musik tersebut memiliki peran tersendiri yang penting dalam ensambel kuntulan. Lencangan perannya adalah sebagai pembantu pantus dalam mengendalikan irama. Suara yang dihasilkan oleh lencangan sendiri berkarakter middle high. Pantus seperti yang diterangkan berperan sebagai pamurba irama dan pengendali irama yang menentukan jalannya sajian ensambel kuntulan. Suara yang dihasilkan dari pantus adalah berkarakter middle low. Terakhir alat musik Jidor, pada ensambel kuntulan peran dari jidor adalah sebagai suara yang memberatkan atau menegaskan dimana letak titik berat ketukan berada. Biasanya hitungan berat terletak pada ketukan keempat karena pada umumnya kuntulan menggunakan pola irama 4/4. Pada irama 3/4 ketukan berat terletak pada ketukan ketiga.
            Sahuni (50) adalah sosok yang memiliki peran penting dalam perkembangan dan keberadaan kuntulan di Banyuwangi bahkan di Nusantara. Sumbangan yang diberikan oleh alumni ASKI Surakarta ini kepada seni kuntulan antara lain adalah dengan ia membentuk kelompok musik kuntulan yang sangat unik dan inovatif. Keunikan terlihat dari kelompok kuntulan tersebut adalah dari latar belakang masing-masing personel atau anggota yang bermatapencaharian dikelas rendah. Ada yang berprofesi sebagai pengumpul barang bekas, buruh panggul dan juga ada yang masih sebagai pelajar tutur bapak sahuni. Namun ada juga diantara mereka yang merupakan alumni Universitas Indonesia yang merupakan sarjana ekonomi. Ia juga merupakan seorang pembuat alat-alat musik ensambel kuntulan yang berkelas satu atau terbaik menurut bapak Sahuni. Sebut namanya Muhammad Saleh. Walaupun merupakan seorang sarjana ekonomi namun Saleh memilih melanjutkan profesi ayahnya ini sebagai seorang pembuat alat musik Kuntulan. Ia bergabung dengan kelompok musik Kuntulan Bapak Sahuni ini juga dengan alasan menggantikan ayahnya yang dulu sebagai salah satu anggota kelompok Kuntulan tersebut.
            Kelompok Kuntulan bapak Kepala Desa Singojuruh ini terbilang kelompok yang inovatif karena secara musikal ia mencoba mengkolaborasikan kuntulan dengan alat musik tradisi yang lain seperti ada kendang banyuwangi, kendang bali, ceng-ceng, ketuk, gong-kempul, katir dan kluthuk. Secara aransemen musik yang digarap bapak kades ini pula lebih mementingkan konsep seperti pada karya-karya nya yang sudah terkenal. Ujar Bapak Sahuni ide garap yang muncul dalam ia menciptakan musik beridium dari gambaran suasana alam seperti bunyi-bunyian dari satwa, udara, air yang dikorelasikan dengan alat musik pilihannya.

            Sesuai ide garap yang diusung oleh komposer seorang kades ini, sajian musik kuntulan bersifat fase atau dibagi dalam beberapa bagian. Ada yang namanya bagian terbang atau instrumen kuntulan murni. Pada fase ini yang bermain adalah semua terbang, pantus, lencangan, jidor dan ketuk. Bagian lain adalah dimainkan dengan semua pemain terbang berganti instrumen ketuk yang dimainkan dengan pola interlooking mirip pola terbang dibantu dengan gong-kempul, kendang bali dan ketuk biasa. Bagian lain juga terjadi semacam pola rampak kendang yang dimainkan oleh 3 pemain kendang banyuwangi yang membentuk pola rampak dan jalinan interlooking tertentu. Dalam fase ini didukung oleh alat musik terbang sebagai penghentak ritme dan kadang sebagai pemangku ritmenya, juga dibantu alat musik gong-kempul, dan ketuk biasa. Pada dasarnya yang diutamakan pada permainan kuntulan ini adalah bagaimana jalinan interlooking yang dibentuk oleh para pemainnya karena juga terjadi jalinan interlooking lagi pada fase kotir dan kluthuk yang dimainkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar